Optimisme Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem

Optimisme Penaggulangan Kemiskinan Ekstrem

*Fazhurrahman, S.STP,. M.AP

Salah satu yang menjadi diskursus dalam kajian Administrasi Publik adalah hadirnya konsep good governance atau tata kelola pemerintahan yang baik, yang kemudian akhir-akhir ini berkembang dan diperkaya oleh konsep baru yaitu Sound Governance. Apapun itu, dalam paradigma Good Governance maupun Sound Governance paling tidak mensyaratkan terpenuhinya tiga aktor penting dalam pemerintahan sehingga terwujud tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu negara, swasta dan masyarakat madani. Hal ini sekaligus menjadi satu pertanda bahwa bernegara yang baik harusnya tidak saja bergantung pada pemerintah sebagai representasi sebuah negara, akan tetapi keterlibatan swasta dan masyarakat madani juga turut menjadi faktor penting.

Paradigma ini kemudian berkembang dengan berbagai istilah baru untuk menunjukan penyelenggaraaan urusan pemerintahan dengan keterlibatan berbagai stakeholder. Salah satunya adalah pendekatan penanggulangan kemiskinan ekstrem yang dilakukan dengan konvergensi berbagai aktor. Tidak berlebihan jika disebutkan bahwa semangat konvergensi inilah yang menginisiasi lahirnya Instruksi presiden No. 4 Tahun 2022 tentang percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem di Indonesia. Instruksi ini ditujukan kepada 28  lembaga kementerian atau setara kementerian serta seluruh Gubernur, Bupati/Walikota dan jajarannya di daerah.

Hingga akhir tahun 2024 mendatang, pemerintah telah menargetkan angka kemiskinan ekstrem sebesar 0%. Hal ini tentu disadari tidak akan semudah seperti yang dibayangkan, aksi konvergensi menjadi keharusan karena tidak akan bisa terwujud jika penanggulangan kemiskinan dilakukan secara sektoral.

Angka kemiskinan Kota sebagaimana rilis BPS (2023) masih pada angka 8,80%. Sedangkan untuk kemiskinan ekstrem sebagaimana estimasi Kementerian PMK tahun 2022 berada pada 1,32% naik dibanding tahun sebelumnya yang hanya 0,82%.

Sementara itu, seseorang dikategorikan miskin ekstrem tidak saja diukur pada aspek pengeluaran hariannya yang oleh Bank Dunia disepakti sebesar setara $1,9 Purchasing Power Parity (PPP) atau sekitar Rp.322.170/orang/bulan, tetapi juga pada kemampuan untuk memenuhi kebutuhan primernya seperti, makanan, air minum bersih, fasilitas sanitasi, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan informasi.

 

Data dan Pola Pikir Masyarakat

Kemiskinan bagi pemerintah tidak bisa terlepas dari program bantuan sosial, Isu sentral penanggulangan kemiskinan memang terletak pada sejumlah bantuan sosial yang diberikan kepada kelompok penerima manfaat, akan tetapi pada kenyataannya bantuan sosial dari tahun ketahun selalu saja menyisahkan berbagi pekerjaan rumah, berbagai program dan sejumlah rupiah yang digelontorkan kemudian menimbulkan pertanyaan, kemana bantuan selama ini diberikan? Belum cukupkah untuk menekan jumlah keluarga miskin atau pra sejahtera? permasalahan ini sering kali dipicu oleh ketikdaksesuain data yang dimiliki setiap lembaga. Ketersediaan data yang valid adalah persoalan klasik yang selalu terulang, baik pada penyediaan data, penyajian sampai pada pertanggungjawaban pengolaan data. Kita harus sepakat bahwa data yang valid sebagai awal dari sebuah kebijakan yang kualitas. Dengan kata lain, dalam skema perencanaan secara sederhana saja digambarkan pada input – proses – output, maka untuk mengahasilkan proses dan output yang baik harus dimulai pada tahapan input yang baik pula.

Pemerintah melalui Kemenko PMK merilis data kemiskinan ekstrem yang dipilah persentil 1-3 dengan total Prov. NTB sebanyak 253.734.

No

Kabupaten/Kota

Jumlah (jiwa)

1

Bima

11.749

2

Dompu

7.467

3

Kota Bima

2.298

4

Kota Mataram

11.980

5

Lombok Barat

26.109

6

Lombok Tengah

32.316

7

Lombok Timur

98.238

8

Lombok Utara

41.784

9

Sumbawa

16.335

10

Sumbawa Barat

5.458

Total

253.734

Sumber: Kemenko PMK (2023)

Data yang disajikan oleh Kemenko PMK tersebut dilain sisi menimbulkan keraguan dari berbagai pihak, khususnya bagi Pemerintah Daerah. Dalam beberapa pertemuan Rapat Koordinasi yang digelar selama kurun waktu tahun 2023, Pemerintah Daerah berkeyakinan prevalensinya dianggap cukup tinggi jika dibandingkan kondisi yang ada. Namun bagaimanapun itu, satu hal yang dapat dicermati dengan bijak adalah upaya pemerintah merumuskan satu pintu layanan data kemiskinan ekstrem melalui kemenko PMK ini harus disambut dengan terbuka, terlebih adanya kesempatan feedback data oleh Pemda setelah dilakukan proses verifikasi dan validasi yang dilakukan secara online  melalui website kementerian PMK, Sehingga fasilitasi yang diberikan oleh pemerintah ini akan bersinergi dengan political will pemerintah daerah dalam menjalankan program-program penanggulangan kemiskinan.

Problem lain juga misalnya, pada Registrasi Sosial Ekonomi (REGSOSEK) yang dilakukan oleh BPS pada beberapa waktu lalu menemukan bahwa ada kecenderungan masyarakat ‘tidak jujur’ menjawab survey yang dilakukan. Dalam survey itu BPS membagi kelompok masyarakat berdasarkan 4 kode. Sangat miskin pada kode 1, Miskin pada Kode 2, Rentan Miskin pada Kode 3, serta kategori Tidak Miskin Kode 4, masing-masing dengan empat indikator yaitu pada aspek makanan, minuman, pekerjaan, aset dan status.

Kecenderungan oknum ketua lingkungan / RT menempatkan masyarakat pada kode kemiskinan 1 dan 2 dengan motif untuk mendapatkan bantuan pemerintah cukup tinggi, sehingga ini secara langsung berkontribusi terhadap tingginya angka masyarakat pada kelompok sangat miskin dan miskin.

Kecenderungan inilah yang kemudian menjadi fokus Pemerintah Daerah menggandeng semua stakeholder untuk dapat menyajikan data ril masyarakat yang pada akhirnya akan memotret jumlah masyarakat miskin yang sesungguhnya. Mindset atau pola pikir tersebut merupakan akumulasi dari hal-hal yang dianggap wajar selama ini, sehingga harus sesegera mungkin untuk dipangkas. Peran lembaga-lembaga kemasyarakatan, tokoh-tokoh agama, tokoh pemuda dan kelompok sosial lainnya harus benar-benar dirasakan hadir sebagai bagian dari kerja bersama.

 

Program Penanggulangan Kemiskinan

Menyadari pentingnya upaya bersama dalam penaggulangan kemiskinan ekstrem, Pemerintah memberatkan pada tiga sasaran program. Pertama adanya pengurangan beban pengeluaran masyarakat miskin, kedua peningkatan pendapatan, dan ketiga pengurangan kantong-kantong kemiskinan melalui infrastruktur. Dengan dilakukan proses verifikasi dan validasi data kemiskinan ekstrem Kota Bima, maka jumlah ril masyarakat miskin ektrem dapat diketahui yang kemudian akan difokuskan penangannnya pada program diberbagai perangkat daerah. Pemetaan ini menjadi sangat penting memastikan keberpihakan program pemerintah terhadap kelompok penerima manfaat terlebih yang menjadi bagian pada sasaran kemiskinan ekstrem.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pemerintah mengestimasikan kemiskinan ekstrem Kota Bima sebesar 2.298 jiwa atau sejumlah 448 kepala keluarga. Dengan target 0% pada akhir 2024 mendatang memang dirasa bukan pekerjaan mudah, akan tetapi paling tidak Pemerintah Daerah telah memiliki baseline data sebagai acuan dalam proses verifikasi dan validasi jumlah kemiskinan ekstrem. Kini yang menjadi perkerjaan berat bagi Pemerintah Daerah memastikan proses verifikasi dan validasi berjalan baik, Integrasi program bantuan selalu mensyaratkan akurasi data sasaran, memastikan ‘motif bantuan’ dengan sengaja mengelompokan diri kedalam kode 1 dan 2 kemiskinan oleh oknum masyarakat tidak lagi terjadi.

Penanggulangan kemiskinan ekstrem oleh pemerintah pusat dengan meyediakan fasilitas, membuka akses layanan, yang kemudian harus disambut dengan terbuka oleh pemerintah daerah, ada feedback dan rasa optimis bahwa kemiskinan ekstrem adalah pekerjaan bersama dan harus diselesaikan bersama.

 

*Penulis adalah JF. Perencana Muda Bappeda Kota Bima